Tragedi Bintaro” adalah peristiwa tabrakan ala “adu banteng” yang menggelegar oleh dua buah kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro, Tangerang, pada Senin pagi, 19 Oktober 1987 yang merupakan kecelakaan terdahsyat dan terburuk dalam sejarah perkereta-apian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia.
Setiap kejadian adalah sebuah rentetan
peristiwa, detik demi detik. Untuk itulah manusia diberikan akal agar
dapat menyelidikinya secara keilmuan, agar peristiwa tragis itu tak
terjadi lagi dan menjadikan segalanya menjadi lebih baik serta merubah
keadaan untuk kedepannya…pertanyaannya adalah, maukah kita menjadi
manusia yang lebih baik lagi?
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tiada pelindung bagi
mereka, selain Dia.” (QS: Ar-Ra’d, ayat 11).
Mayat-mayat begelimpangan, sebagian dalam
keadaan tidak utuh. Bau darah anyir memenuhi udara. Tubuh-tubuh yang
lain terjepit di antara besi-besi, sebagian masih hidup namun sedang
meregang nyawa.

Tepat dihari ini, 19 Oktober 1987 di hari Senin pagi yang ramai, 25 tahun lalu.
Dua buah kereta api yakni KA255 jurusan
Rangkasbitung – Jakarta dan KA 220 cepat jurusan Tanahabang – Merak
bertabrakan di dekat stasiun Sudimara, Bintaro.
Peristiwa itu terjadi persis pada jam
sibuk orang berangkat kantor, sehingga jumlah korban juga besar sangat
besar yakni 153 orang tewas dan 300 orang luka-luka.
Peristiwa itu merupakan yang terburuk
setelah peristiwa tabrakan kereta api tanggal 20 September ditahun yang
lebih awal 1968, yang menewaskan 116 orang.
Tabrakan pada tahun 1968 itu terjadi antara kereta api Bumel dengan kereta api cepat di Desa Ratujaya, Depok.
Penulis: Anas Saepul Amin
0 Response to "Tragedi Bintaro"
Posting Komentar